Kondisi
fisik ini dapat berupa letak geografis, dan sumber-sumber daya alam. Letak
geografis sebuah desa sangat menentukan sekali percepatan didalam sebuah
pembangunan. Letaknya strategis, dalam arti tidak sulit untuk dijangkau akibat
relif geografisnya. Kecepatan proses pembangunan dan perkembangan suatu
kelurahan juga sangat ditentukan oleh itensitas hubungannya dengan dunia
luar, mobilitas manusia dan budaya akan mempercepat perkembangan desa itu
sendiri.
Menurut
B.S Muljana (2001:3) pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya yang
bersifat infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik ataupun lembaga
yang mempunyai kegiatan lain dibidang ekonomi, sosial budaya, politik daan
pertahanan keamanan.
Perencanaan
fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha
pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
dengan berbagai kegiatan fisiknya.
Fisik dalam istilah pembangunan meliputi
sarana dan juga prasarana pemerintahan
seperti:
a.
Jalan
b.
Jembatan
c.
Pasar
d.
Pertanian dan
e.
Irigrasi
Peran
Perencanaan dalam 4 lingkup :
a. Lingkup
Nasional
b. Lingkup
Regional
c. Lingkup
Lokal
d. Lingkup
Sektor Swasta
A. LINGKUP
NASIONAL
Kewenangan
semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan
secara sektoral.
Departemen-departemen
yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan
pengembangan wilayah antara lain adalah :
a. Dept.
Pekerjaan Umum
b. Dept.
Perhubungan
c. Dept.
Perindustrian
d. Dept.
Pertanian
e. Dept.
Pertambangan
f. Energi,
Dept. Nakertrans.
Dalam
hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya juga sangat penting.
Perencanaan
fisik pada tingkat nasional umumnya tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan
tata ruang secara spesifik dan mendetail.
Tetapi
terbatas pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi
pelaksanaannya.
Misalnya:
Suatu program subsidi untuk
pembangunan perumahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional
tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas dampak spesifik program
ini pada suatu daerah. Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini
hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi
kelayakan dalam skala yang luas.
Jadi
pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik
menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana
pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik
dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat
nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat
lokal.
Sebagai
contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering
mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik,
misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
B. LINGKUP
REGIONAL
Instansi yang berwenang dalam
perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda
Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor
wilayah). Contoh;
Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang
mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provinsi. Walaupun perencanaan ditingkat kota
dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah
digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri
masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri. Yang penting dalam hal ini
pengertian timbal balik, koordinatif.
Contoh, misalnya ada perencanaan fisik
pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi
oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan
implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana
perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
Masalah yang sering mennyulitkan adalah
koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. Ada
instansi khusus lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional
misalnya otorita atau proyek khusus.
Contoh otorita Batam, Otorita proyek
jatiluhur, DAS.
C. LINGKUP
LOKAL
Penanganan perencanaan pembangunan
ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada
dinas-dinas, contoh:
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan
Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi
perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II. Saat
ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah
ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan
dinas-dinas vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun
terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk
menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal
programmes). Badan
otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali
perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
D. LINGKUP
SWASTA
Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta
di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada
perencanaan perumahan, jaringan utilitas,
pusat perbelanjaan dll. Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan
hampir tidak terbatas. Badan-badan
usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang
makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya
tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang
semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta
maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap
kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk. Pihak
swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat
berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat
rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi
peraturan yang berlaku. Taat
pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun
harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga
pada tataran yang lebih luas.
CONTOH KASUS
LINGKUP
LOKAL: Rencana
pelebaran jalan Riau saat ini telah memasuki tahap perencanaan pembangunan
fisik. Hal ini disampaikan oleh Walikota Pekanbaru, Firdaus MT. Menurutnya,
perlu dilakukan koordinasi dengan masyarakat, camat serta kelurahan.
"Kita
sudah bicarakan soal rencana pembangunan jalan Riau. Saat ini PU sudah
melakukan perencanaan dengan berkoordinasi dengan pejabat kecamatan dan
kelurahan " terang Wako kemarin dilansir dari Riau Pos.
Ruas
jalan riau memang menjadi sorotan karena seringnya terjadi kemacetan. Tidak
seimbangnya jumlah kendaraan dengan lebar jalan serta terlalu banyaknya
persimpangan, berpangaruh pada kelancaran lalu lintas.
Pemerintah
Kota Pekanbaru juga merencanakan jalan Lili sebagai ruas jalan alternatif guna
mengurangi kemacetan. Pasalnya dalam perencanaan kedepan, dijalan riau akan
berdiri lagi bangunan mall serta hotel. Kenyataan yang dikhawatirkan akan
memperparah kemacetan yang terjadi.
Sementara
itu, pendanaan untuk pelebaran Jalan Riau ini bersumber dari Dana Pusat.
Pemerintah Kota Pekanbaru hanya mengusahakan ganti rugi lahan. Sementara untuk
pembangunan fisik diupayakan melalui budget sharing dengan pemerintah
pusat.
"Itu
kan jalan nasional. Jadi kita hanya bantu untuk ganti rugi saja. Sedangkan
pembangunan fisik kita mintakan dari pemerintah pusat, " terang Wako.
DAFTAR PUSTAKA:
No comments:
Post a Comment