January 31, 2017

I. PERANAN PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN

Kondisi fisik ini dapat berupa letak geografis, dan sumber-sumber daya alam. Letak geografis sebuah desa sangat menentukan sekali percepatan didalam sebuah pembangunan. Letaknya strategis, dalam arti tidak sulit untuk dijangkau akibat relif geografisnya. Kecepatan proses pembangunan dan perkembangan suatu kelurahan juga sangat ditentukan oleh itensitas hubungannya dengan dunia luar, mobilitas manusia dan budaya akan mempercepat perkembangan desa itu sendiri.
Menurut B.S Muljana (2001:3) pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya yang bersifat infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik ataupun lembaga yang mempunyai kegiatan lain dibidang ekonomi, sosial budaya, politik daan pertahanan keamanan.
Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya.
Fisik dalam istilah pembangunan meliputi sarana dan juga prasarana pemerintahan seperti:
a.       Jalan
b.      Jembatan
c.       Pasar
d.      Pertanian dan
e.       Irigrasi
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
a.       Lingkup Nasional
b.      Lingkup Regional
c.       Lingkup Lokal
d.      Lingkup Sektor Swasta

A.      LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral.
Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara lain adalah :
a.       Dept. Pekerjaan Umum
b.      Dept. Perhubungan
c.       Dept. Perindustrian
d.      Dept. Pertanian
e.       Dept. Pertambangan
f.       Energi, Dept. Nakertrans. 
Dalam hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya juga sangat penting.
Perencanaan fisik pada tingkat nasional umumnya tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifik dan mendetail.
Tetapi terbatas pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi pelaksanaannya.
Misalnya:
Suatu program subsidi untuk pembangunan perumahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas dampak spesifik program ini pada suatu daerah. Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal.
Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota. 
B.       LINGKUP REGIONAL 
Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provinsi.  Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik, koordinatif.
Contoh, misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan. 
Masalah yang sering mennyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain.  Ada instansi khusus lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus.
Contoh otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS. 

C.       LINGKUP LOKAL
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.  Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota. 

D.      LINGKUP SWASTA 
Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll.  Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.

CONTOH KASUS
LINGKUP LOKAL:        Rencana pelebaran jalan Riau saat ini telah memasuki tahap perencanaan pembangunan fisik. Hal ini disampaikan oleh Walikota Pekanbaru, Firdaus MT. Menurutnya, perlu dilakukan koordinasi dengan masyarakat, camat serta kelurahan.
                                           "Kita sudah bicarakan soal rencana pembangunan jalan Riau. Saat ini PU sudah melakukan perencanaan dengan berkoordinasi dengan pejabat kecamatan dan kelurahan " terang Wako kemarin dilansir dari Riau Pos.
                                           Ruas jalan riau memang menjadi sorotan karena seringnya terjadi kemacetan. Tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan lebar jalan serta terlalu banyaknya persimpangan, berpangaruh pada kelancaran lalu lintas.
                                           Pemerintah Kota Pekanbaru juga merencanakan jalan Lili sebagai ruas jalan alternatif guna mengurangi kemacetan. Pasalnya dalam perencanaan kedepan, dijalan riau akan berdiri lagi bangunan mall serta hotel. Kenyataan yang dikhawatirkan akan memperparah kemacetan yang terjadi.
                                           Sementara itu, pendanaan untuk pelebaran Jalan Riau ini bersumber dari Dana Pusat. Pemerintah Kota Pekanbaru hanya mengusahakan ganti rugi lahan. Sementara untuk pembangunan fisik diupayakan melalui budget sharing  dengan pemerintah pusat.
                                          "Itu kan jalan nasional. Jadi kita hanya bantu untuk ganti rugi saja. Sedangkan pembangunan fisik kita mintakan dari pemerintah pusat, " terang Wako.
                                          
DAFTAR PUSTAKA:

No comments:

Post a Comment